Rabu, 05 Oktober 2011

TUGAS 3

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB TIMBULNYA KONFLIK DALAM ORGANISASI

Menurut Robbins (1996), konflik muncul karena ada kondisi yang melatar - belakanginya (antecedent conditions). Kondisi tersebut, yang disebut juga sebagai sumber terjadinya konflik, terdiri dari tiga ketegori, yaitu: komunikasi, struktur, dan variabel pribadi.

Komunikasi. Komunikasi yang buruk, dalam arti komunikasi yang menimbulkan kesalah - pahaman antara pihak-pihak yang terlibat, dapat menjadi sumber konflik. Suatu hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan semantik, pertukaran informasi yang tidak cukup, dan gangguan dalam saluran komunikasi merupakan penghalang terhadap komunikasi dan menjadi kondisi anteseden untuk terciptanya konflik.
Struktur. Istilah struktur dalam konteks ini digunakan dalam artian yang mencakup: ukuran (kelompok), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan kelompok, gaya kepemimpinan, sistem imbalan, dan derajat ketergantungan antara kelompok. Penelitian menunjukkan bahwa ukuran kelompok dan derajat spesialisasi merupakan variabel yang mendorong terjadinya konflik. Makin besar kelompok, dan makin terspesialisasi kegiatannya, maka semakin besar pula kemungkinan  terjadinya konflik.

Variabel Pribadi. Sumber konflik lainnya yang potensial adalah faktor pribadi, yang meliputi: sistem nilai yang dimiliki tiap-tiap individu, karakteristik kepribadian yang menyebabkan individu memiliki keunikan (idiosyncrasies) dan berbeda dengan individu yang lain. Kenyataan menunjukkan bahwa tipe kepribadian tertentu, misalnya, individu yang sangat otoriter, dogmatik, dan menghargai rendah orang lain, merupakan sumber konflik yang potensial. Jika salah satu dari kondisi tersebut terjadi dalam kelompok, dan para karyawan menyadari akan hal tersebut, maka muncullah persepsi bahwa di dalam kelompok terjadi konflik. Keadaan ini disebut dengan konflik yang dipersepsikan (perceived conflict). Kemudian jika individu terlibat secara emosional, dan mereka merasa cemas, tegang, frustrasi, atau muncul sikap bermusuhan, maka konflik berubah menjadi konflik yang dirasakan (felt conflict). Selanjutnya, konflik yang telah disadari dan dirasakan keberadaannya itu akan berubah menjadi konflik yang nyata, jika pihak-pihak yang terlibat mewujudkannya dalam bentuk perilaku. Misalnya, serangan secara verbal, ancaman terhadap pihak lain, serangan fisik, huru-hara, pemogokan, dan sebagainya.

Robbins (1996), menggambarkan tahap-tahap lahirnya konflik, sebagaimana yang diterangkan di atas, melalui gambar sebagaimana yang disajikan di bawah ini (gambar 1).

Proses timbulnya konflik, sebagaimana yang digambarkan oleh Robbins, mirip dengan tahap-tahap konflik yang digambarkan oleh Schermerhorn, et al. (1982:461), seperti yang disajikan di bawah ini (gambar 2)

Berbeda dengan Robbins yang hanya menyebut tiga factor dalam antecedent conditions, Schermerhorn, et al. merinci antecedent conditions menjadi lima faktor, yaitu: (1) ketidakjelasan peranan atau peranan yang mendua (role ambiguities); (2) persaingan untuk mendapatkan sumberdaya yang terbatas; (3) rintangan-rintangan dalam komunikasi (communication barriers); (4) konflik sebelumnya yang tidak terselesaikan; dan (5) perbedaan-perbedaan individual, yang mencakup: perbedaan kebutuhan, nilai-nilai, dan perbedaan tujuan.

Selanjutnya, Kreitner dan Kinicki (1995:284-285) merinci lagi antecedent conditions itu menjadi 12 faktor sebagai berikut:
1) ketidakcocokan kepribadian atau sistem nilai;
2) batas-batas pekerjaan yang tidak jelas atau tumpang-tindih;
3) persaingan untuk memperoleh sumberdaya yang terbatas;
4) pertukaran informasi atau komunikasi yang tidak cukup (inadequate communication);
5) kesalingtergantungan dalam pekerjaan (misalnya, seseorang tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya tanpa bantuan orang lain);
6) kompleksitas organisasi (konflik cenderung meningkat bersamaan dengan semakin meningkatnya susunan hierarki dan spesialisasi pekerjaan);
7) peraturan-peratuan, standar kerja, atau kebijakan yang tidak jelas atau tidak masuk akal;
8) batas waktu penyelesaian pekerjaan yang tidak masuk akal sehingga sulit dipenuhi (unreasonable deadlines);
9) pengambilan keputusan secara kolektif (semakin banyak orang yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan, semakin potensial untuk konflik);
10) pengambilan keputusan melalui konsensus;
11) harapan-harapan yang tidak terpenuhi (karyawan yang memiliki harapan yang tidak realistik terhadap pekerjaan, upah, atau promosi, akan lebih mudah untuk konflik);
12) tidak menyelesaikan atau menyembunyikan konflik.

Menurut Kreitner dan Kinicki (1995), manajer atau pimpinan organisasi harus proaktif untuk mengidentifikasikan keberadaan kondisi - kondisi tersebut dalam organisasinya, dan jika salah satu atau lebih dari kondisi itu muncul, maka ia harus segera mengambil tindakan, sebelum kondisi itu menjadi konflik terbuka atau konflik yang nyata (manifest conflict). Dengan cara seperti ini, diharapkan konflik tidak meluas ke seluruh organisasi dan akhirnya mempengaruhi kinerja karyawan. Untuk itulah maka manajer harus memiliki kemampuan untuk mengelola konflik, sehingga konflik tidak menjadi faktor yang mengancam keberlangsungan hidup organisasi, tetapi menjadi faktor yang fungsional untuk meningkatkan kinerja organisasi.

 MEDIATOR KONFLIK DALAM ORGANISASI

Para manajer menghabiskan banyak waktu dan energi untuk menangani konflik. Upaya penanganan konflik sangat penting dilakukan, karena setiap jenis perubahan dalam suatu organisasi cenderung mendatangkan konflik. Sebagaimana saat ini, dalam rangka otonomi daerah, banyak sekali perubahan institusional yang terjadi, yang tidak saja berdampak pada perubahan struktur dan personalia, tetapi juga berdampak pada terciptanya hubungan pribadi dan organisasional yang berpotensi menimbulkan konflik. Di samping itu, jika konflik tidak ditangani secara baik dan tuntas, maka akan mengganggu keseimbangan  sumberdaya, dan menegangkan hubungan antara orang-orang yang terlibat. Menurut Gibson, et al. (1997), kegagalan dalam menangani konflik dapat mengarah pada akibat yang mencelakakan. Konflik dapat menghancurkan organisasi melalui penciptaan dinding pemisah di antara rekan sekerja, menghasilkan kinerja yang buruk, dan bahkan pengunduran diri.

Para manajer organisasi publik harus menyadari bahwa karena konflik disebabkan oleh faktor-faktor yang berlainan, maka model yang digunakan dalam pengelolaan konflik juga berlainan, tergantung keadaan. Memilih sebuah model pemecahan konflik yang cocok tergantung pada beberapa faktor, termasuk alasan mengapa konflik terjadi, dan hubungan khusus antara pimpinan dengan pihak yang terlibat konflik. Menurut Greenhalgh (1999), efektivitas pimpinan organisasi dalam menangani konflik tergantung pada seberapa baik mereka memahami dinamika dasar dari konflik, dan apakah mereka dapat mengenali hal-hal penting yang terdapat dalam konflik tersebut.
Bagian ketiga tulisan ini disajikan beberapa model teoretis dalam mengelola konflik yang dikemukakan oleh para ahli manajemen dan perilaku organisasi.

3.1 Model Diagnosis Konflik Pandangan Kontinum dari Leonard Greenhalgh
Menurut Greenhalgh (1999:391), konflik bukanlah suatu fenomena yang obyektif dan nyata, tetapi ia ada dalam benak orang-orang yang terlibat dalam konflik tersebut. Karena itu untuk menangani konflik, seseorang perlu bersikap empati, yaitu memahami keadaan sebagaimana yang dilihat oleh para pelaku penting yang terlibat konflik. Unsur yang penting dalam manajemen konflik adalah persuasi, dan inilah bentuk penyelesaian konflik yang selalu ditekankan oleh Greenhalgh dalam model kontinumnya.

Masalah-masalah yang dipertanyakan. Jika masalah yang menjadi sumber konflik adalah masalah prinsip, maka konflik sulit dipecahkan, karena mengrobankan prinsip dipandang sebagai mengorbankan integritas pribadi. Begitu masalah-masalah prinsip dikaitkan, pihak-pihak yang terlibat mencoba berargumentasi bahwa sudut pandang pihak lain salah. Jika hal sepeti ini terjadi, maka bentuk intervensi yang dapat dilakukan adalah meminta semua pihak untuk mengakui bahwa mereka memahami pandangan satu sama lain, walaupun masih percaya dengan pandangannya sendiri. Cara seperti ini lebih memungkinkan semua pihak untuk meju dalam proses negosiasi, daripada tetap pada posisi masing-masing.

Ukuran taruhan. Semakin besar nilai yang dipertaruhkan dalam perdebatan, semakin sulit konflik dipecahkan. Misalnya, kebijakan akuisisi yang oleh manajer dianggap membahayakan kedudukannya. Manajer yang berpikir subyektif akan memandang taruhannya cukup tinggi, karena itu akan berusaha mati-matian menentang proses akuisisi tersebut. Dalam kasus ini pendekatan persuasif dengan cara menunda penyelesaian, hingga semua pihak menjadi kurang emosianal, sangat baik untuk dilakukan. Selama masa penundaan tersebut masing-masing pihak dapat mengevaluasi kembali masalah yang dipertaruhkan dan berusaha untuk mencoba bersikap obyektif dalam penilaian mereka.

Saling ketergantungan pihak-pihak yang terlibat. Pihak-pihak yang terlibat dalam suatu konflik dapat memandang diri mereka sendiri dalam suatu rangkaian saling ketergantungan “berjumlah nol” hingga “berjumlah positif”. Saling ketergantungan berjumlah nol adalah persepsi bahwa jika suatu pihak memperoleh sesuatu dari proses interaksi, maka hal tersebut berarti pengorbanan bagi pihak lain. Saling ketergantungan bernilai positif, jika kedua belah pihak sama-sama merasakan memperoleh keuntungan dari proses interaksi. Suatu hubungan berjumlah nol membuat konflik sulit dipecahkan karena hubungan ini memusatkan perhatian secara sempit pada perolehan pribadi, dan bukan pada perolehan kedua belah pihak melalui kerjasama dan pemecahan masalah. Jika hal yang demikian ini terjadi, maka kedua belah pihak harus dibujuk untuk mempertimbangkan bagaimana mereka dapat saling memperoleh manfaat dari suatu situasi.

Kontinuitas interaksi. Dimensi kontinuitas interaksi berhubungan dengan horizon waktu dimana semua pihak melihat diri mereka sendiri berhubungan satu sama lain. Jika mereka memvisualisasikan interaksi yang terjadi sebagai interaksi jangka panjang atau suatu hubungan yang terus menerus, maka konflik yang terjadi akan lebih mudah diselesaikan. Sebaliknya jika transaksi dipandang sebagai hubungan jangka pendek atau hubungan episodic, maka konflik tersebut akan sulit dipecahkan. Karena itu, pihak-pihak yang terlibat harus dibujuk agar mau menyadari bahwa hubungan mereka tidak berhenti di sini saja, atau pada saat konflik terjadi, tetapi akan ada hubungan lain yang terus menerus di masa yang akan datang.

Struktur pihak-pihak yang terlibat. Konflik lebih mudah dipecahkan jika suatu pihak mempunyai seorang pemimpin yang kuat yang dapat menyatukan pengikutnya untuk menerima dan melaksanakan kesepakatan. Jika kepemimpinannya lemah, maka sub-sub kelompok serikat pekerja yang paling merasa berkewajiban untuk mematuhi semua kesepakatan akan melakukan protes tanpa memperhatikan apa yang telah disepakati oleh pemimpin mereka, dan karena itu konflik sulit dipecahkan. Serikat pekerja yang dipimpin oleh pemimpin yang kuat mungkin menyulitkan dalam perundingan, tetapi begitu kesepakatan dicapai maka hasil perundingan tersebut dihormati oleh anggota serikat pekerja. Jika serikat pekerja yang dipimpin oleh pemimpin yang lemah terlibat dalam konflik, maka hasil yang telah disepakati mungkin akan dirusak oleh orang-orang dari dalam serikat pekerja tersebut, yang mungkin tidak menyukai sebagian isi kesepakatan. Hasilnya mungkin dapat berupa pertentangan yang kronis terhadap perubahan atau bahkan melakukan pemogokan.

Keterlibatan pihak ketiga. Orang-orang cenderung akan terlibat secara emosional dalam konflik. Keterlibatan yang demikian dapat menimbulkan beberapa pengaruh, antara lain: persepsi bias menjadi rusak, proses pemikiran dan argumentasi yang tidak rasional muncul, menghasilkan pendirian yang tidak beralasan, kemunikasi rusak, dan serangan-serangan terhadap pribadi muncul. Pengaruh-pengaruh seperti ini menyebabkan konflik menjadi sulit dipecahkan. Menghadapi situasi seperti ini peranan pihak ketiga yang netral sangat diperlukan. Pihak ketiga yang netral akan lebih bisa diterima oleh pihak-pihak yang terlibat, karena mereka lebih menyukai evaluasi pihak lain daripada dievaluasi pihak lawan. Semakin berwibawa, berkuasa, dipercaya, dan netral pihak ketiga, semakin besar kemungkinan pihak-pihak yang terlibat konflik untuk menahan emosi.

Peranan yang dimainkan oleh pihak ketiga dapat berwujud bermacam-macam bentuk, mulai dari wasit yang mengawasi komunikasi, sampai sebagai penghubung semua pihak, jika komunikasi langsung sulit dilakukan. Peranan penengah pada dasarnya adalahi menjaga agar semua pihak berinteraksi dalam cara yang beralasan dan konstruktif. Meskipun demikian, biasanya sebagian besar manajer enggan untuk mengundang pihak luar sebagai penengah, karena sangat sulit bagi mereka untuk mengakui secara terbuka bahwa mereka terlibat dalam konflik yangs edang terjadi. Jika para manajer tetap terlibat dalam penyelesaian konflik, maka kedudukan mereka lebih sebagai seorang arbiter, yang memutuskan sesuatu setelah mendengar laporan dari pihak -  pihak yang terlibat. Namun dalam kebanyakan konflik, peranan penengah lebih disukai, karena semua pihak dibantu untuk mencapai kesepakatan. Sedangkan arbitrasi lebih menyerupai proses pengadilan dimana semua pihak membuat alasan sebaik mungkin untuk mendukung posisi mereka. Hal ini cenderung untuk memperkuat perbedaan, dan bukannya menyatukan perbedaan yang ada.

Kemajuan konflik. Sulit mengatasi konflik jika semua pihak yang terlibat tidak siap untuk suatu rekonsiliasi. Jika masing-masing pihak merasa bahwa diri mereka paling dirugikan, maka konflik sulit dipecahkan. Karena itu, hal penting yang harus dilakukan adalah membujuk pihak - pihak yang terlibat agar menyadari bahwa mereka sama-sama menderita akibat konflik. Pihak-pihak yang terlibat harus dibawa pada “posisi yang sama”, sehingga mau secara sukarela berpartisipasi dalam penyelesaian konflik yang terjadi.

3.2 Lima Gaya Penanganan Konflik (Five Conflict-Handling Styles) dari Kreitner dan Kinicki
Model ini ditujukan untuk menangani konflik disfungsional dalam organisasi. Dalam model ini digambarkan lima gaya penanganan konflik yang berbeda yang disajikan dalam bentuk tabel 2x2. Pada sumbu vertikal menggambarkan sisi pemecahan masalah yang berorientasi pada orang lain (concern for others), dan pada sumbu horizontal menggambarkan sisi pemecahan masalah yang berorientasi pada diri sendiri (concern for self). Kombinasi dari kedua variabel ini menghasilkan lima gaya penanganan masalah yang berbeda, yaitu: integrating, obliging, dominating, avoiding, dan compromising.

 Integrating (Problem Solving). Dalam gaya ini pihak-pihak yang berkepentingan secara bersama-sama mengidentifikasikan masalah yang dihadapi, kemudian mencari, mempertimbangkan dan memilih solusi alternatif pemecahan masalah. Gaya ini cocok untuk memecahkan isu-isu kompleks yang disebabkan oleh salah paham (misunderstanding), tetapi tidak sesuai untuk memecahkan masalah yang terjadi karena sistem nilai yang berbeda. Kelemahan utamanya adalah memerlukan waktu yang lama dalam penyelesaian masalah.

Obliging (Smoothing). Sesuai dengan posisinya dalam gambar di atas, seseorang yang bergaya obliging lebih memusatkan perhatian pada upaya untuk memuaskan pihak lain daripada diri sendiri. Gaya ini sering pula disebut smothing (melicinkan), karena berupaya mengurangi perbedaan-perbedaan dan menekankan pada persamaan atau kebersamaan di antara pihak-pihak yang terlibat. Kekuatan strategi ini terletak pada upaya untuk mendorong terjadinya kerjasama. Kelemahannya, penyelesaian bersifat sementara dan tidak menyentuh masalah pokok yang ingin dipecahkan.

Dominating (Forcing). Orientasi pada diri sendiri yang tinggi, dan rendahnya kepedulian terhadap kepentingan orang lain, mendorong seseorang untuk menggunakan taktik “saya menang, kamu kalah”. Gaya ini sering disebut memaksa (forcing) karena menggunakan legalitas formal dalam menyelesaikan masalah. Gaya ini cocok digunakan jika cara-cara yang tidak populer hendak diterapkan dalam penyelesaian masalah, masalah yang dipecahkan tidak terlalu penting, dan waktu untuk mengambil keputusan sudah mepet. Tetapi tidak cocok untuk menangani masalah yang menghendaki partisipasi dari mereka yang terlibat. Kekuatan utama gaya ini terletak pada minimalnya waktu yang diperlukan. Kelemahannya, sering menimbulkan kejengkelan atau rasa berat hati untuk menerima keputusan oleh mereka yang terlibat.

Avoiding. Taktik menghindar (avoiding) cocok digunakan untuk menyelesaikan masalah yang sepele atau remeh, atau jika biaya yang harus dikeluarkan untuk konfrontasi jauh lebih besar daripada keuntungan yang akan diperoleh. Gaya ini tidak cocok untuk menyelesaikan masalah - malasah yang sulit atau “buruk”. Kekuatan dari strategi penghindaran adalah jika kita menghadapi situasi yang membingungkan atau mendua (ambiguous situations). Sedangkan kelemahannya, penyelesaian masalah hanya bersifat sementara dan tidak menyelesaikan pokok masalah.

Compromising. Gaya ini menempatkan seseorang pada posisi moderat, yang secara seimbang memadukan antara kepentingan sendiri dan kepentingan orang lain. Ini merupakan pendekatan saling memberi dan menerima (give-and-take approach) dari pihak-pihak yang terlibat.Kompromi cocok digunakan untuk menangani masalah yang melibatkan pihak-pihak yang memiliki tujuan berbeda tetapi memiliki kekuatan yang sama. Misalnya, dalam negosiasi kontrak antara buruh dan majikan. Kekuatan utama dari kompromi adalah pada prosesnya yang demokratis dan tidak ada pihak yang merasa dikalahkan. Tetapi penyelesaian konflik kadang bersifat sementara dan mencegah munculnya kreativitas dalam penyelesaian masalah.

Model-model di atas sudah barang tentu hanya merupakan sebagain saja dari banyak model yang dapat dipilih dalam manajemen konflik. Model apapun yang dipilih akan tergantung pada beberapa faktor, antara lain: (1) latar belakang terjadinya konflik; (2) kategori pihak-pihak yang terlibat dalam konflik: apakah antar-individu, individu dengan kelompok, atau antar-kelompok dalam organisasi; (3) kompleksitas masalah yang akan dipecahkan; dan (4) kompleksitas organisasi.

Model - model Manajemen konflik akan bermuara pada  bagaimana mengusahakan agar konflik berada pada situasi optimal, sehingga konflik tersebut dapat mencegah kemacetan, merangsang kreativitas, memungkinkan lepasnya ketegangan, dan memprakarsai benih-benih untuk perubahan. Robbins menjelaskan bahwa konflik itu baik bagi organisasi jika: (1) konflik merupakan suatu alat untuk menimbulkan perubahan; (2) konflik mempermudah terjadinya keterpaduan (cohesiveness) kelompok; (3) konflik dapat memperbaiki keefektifan kelompok dan organisasi; dan (4) konflik menimbulkan tingkat ketegangan yang sedikit lebih tinggi dan lebih konstruktif. Tingkat konflik yang tidak memadai (terlalu rendah) atau terlalu berlebihan (konflik tinggi) dapat merintangi keefektifan organisasi untuk mencapai kualitas pelayanan publik yang tinggi. Kedua situasi ektrim ini dapat memunculkan sikap-sikap aparat yang apatis, absenteisme tinggi, bekerja seadanya, tidak empatik terhadap pengguna jasa, dan sebagainya; yang pada akhirnya akan memperendah kualitas pelayanan mereka kepada publik. Untuk itulah diperlukan suatu keahlian untuk mengelola konflik dari setiap pimpinan organisasi publik. Penggunaan berbagai teknik pemecahan dan motivasi untuk mencapai tingkat konflik yang diinginkan disebut sebagai manajemen konflik.
BENTUK ORGANISASI

*Organisasi sosial

adalah perkumpulan sosial yang dibentuk oleh masyarakat, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, yang berfungsi sebagai sarana partisipasi masyarakat dalam pembangunan bangsa dan negara. Sebagai makhluk yang selalu hidup bersama-sama, manusia membentuk organisasi sosial untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang tidak dapat mereka capai sendiri.

 *Organisai Internal

adalah Suatu perencanaan yang meliputi struktur organisasi dan semua metode dan alat-alat yang dikoordinasikan yang digunakan di dalam perusahaan dengan tujuan untuk menjaga keamanan harta milik perusahaan, memeriksa ketelitian dan kebenaran data akuntansi, mendorong efisiensi, dan membantu mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen yang telah ditetapkan.

Dari definisi di atas dapat kita lihat bahwa tujuan adanya organisasi intern :

Menjaga kekayaan organisasi.

Memeriksa ketelitian dan kebenaran data akuntansi.

Mendorong efisiensi.

Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.

 *Organisai Niaga
Organisasi Niaga Adalah Suatu organisasi yang sifatnya untuk mencapai suatu keuntungan. Organisasi ini sering kita temui dalam kehidupan yang berbasis globalisasi saat ini, dengan faktor ekonomi yang semakin berkembang menjadikan Organisasi Niaga semakin pesat pula. Adapun Macam-Macam Organisasi Niaga Antara Lain:
1.Perseroan Terbatas (PT)
2.Perseroan Komanditer (CV)
3.Firma (FA)
4.Koperasi
5.Join Ventura
6.Trust
7.Kartel
8.Holding Company

A.1 PERSEROAN TERBATAS (PT)
Perseroan terbatas merupakan jenis perusahaan di mana modalnya terbagi atas saham-saham. badan usaha perseorangan yang kepemilikan dan pengelolaannya ditangani oleh satu orang. Jenis badan usaha ini memiliki karakteristik seperti modal yang kecil, jumlah tenaga kerja yang sedikit, terbatas keanekaragaman produk dan jasa yang dihasilkan, dan penggunaan teknologi yang masih sederhana. Umumnya badan usaha ini merupakan sektor usaha mandiri yang mempekerjakan sedikit tenaga kerja dari lingkungan yang terdekat.

Kelebihan Organisasi Niaga (PT)
1.Memiliki sumber dana yang lebih besar.
Perkembangan usaha mutlak membutuhkan dana yang lebih besar. Kebutuhan dana ini akan mudah diperoleh melalui penjualan saham-saham perusahaan. Perusahaan dapat menjual sahamnya kepada pihak yang berminat melalui pasar modal dengan cara melakukan penawaran umum (public offering).
2.Kewajiban terbatas.
3.Ukuran yang besar.
4.Jangka waktu hidup lebih lama.
5.Kepemilikan mudah berpindah.
6.Manajeman profesional.
7.Kemudahan untuk menarik karyawan yang berpotensi
memiliki keterampilan yang dibutuhkan perusahaan, terutama karena perusahaan menawarkan berbagai benefit kepada karyawan tersebut.

Kekurangan Organisasi Niaga (PT)
1.Biaya pendirian mahal.
Untuk memndirikan PT memerlukan tanah, perawatan gedung, dan fasilitas pendukung lainnya. Pendiriannya juga harus mengikuti yang berlaku, misalnya izin usaha. Biaya-biaya untuk keperluan tersebut dapat mencapai miliaran rupiah.
2.Kesulitan kontrol.
3.Administrasi yan rumit.
4.Pengenaan pajak berganda.

A.2 PERSEROAN KOMANDITER(CV)
Perseroan Komanditer Adalah Persekutuan Organisasi Niaga antara dua orang atau lebih yang memiliki tujuan bersama untuk mendirikan usaha. Keanggotaannya dibagi menjadi dua pihak yang memiliki tanggung jawab berbeda karena tingkat keterlibatan dalam pengelolaan berbeda. Sebagian pihak memiliki keterlibatan yang tinggi dalam memimpin dan mengelola usaha, serta bertanggung jawab penuh atas kewajiban usaha sampai pada harta pribadi, atau disebut partner umum. Sedang pihak yang lain hanya bertanggung jawab sebatas modal yang diikut sertakan dalam usaha, atau disebut partner terbatas.
Kelebihan Organisasi Niaga (CV):
1.Pendiriannya relatif lebih mudah
2.Kemampuan manajeman lebih baik dibanding badan usaha perseorangan
3.Memiliki modal yang lebih besar dan mudah memperoleh kredit.

Kekurangan Organisasi Niaga (CV):
1.Kelangsungan hidup tidak menentu
2.Sulit untuk menarik kembali modal yang sudah ditanamkan
3.Sebagian anggota mempunyai tanggung jawab yang tidak terbatas.

A.3 FIRMA (FA)
Firma dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan nama bersama untuk menjalankan satu bisnis. Pembentukan firma mengakibatkan tanggung jawab masing-masing anggota firma tidak terbatas. Meski terdapat pemisahan antara harta usaha dan harta pribadi, namun angota firma mempunyai keharusan melunasi kewajiban usaha sampai pada harta pribadinya.
Firma mempunyai ketentuan yaitu :
•Setiap anggota berhak menjadi pemimpin.
•Seorang anggota tidak boleh memasukkan orang lain untuk menjadi anggota tanpa persetujuan dari anggota lain.
•Keanggotaan tidak dapat dipindah tangankan kepada orang lain selama anggota tersebut masih hidup.
•Apabila kekayaan perusahaan tidak cukup untuk menutup kewajiban usaha, maka kekayaan pribadi anggota menjadi jaminan.

Kelebihan Organisasi Niaga (Firma) :
1.Terdapat pembagian kerja Diantara para anggota sehingga kemampuan manajemennya lebih baik.
2.Pendiriannya relatif lebih mudah karena tanpa akte pendirian.
3.Kebutuhan modal dapat tercukupi karena menghimpun dana dari beberapa orang. Ada kemudahan memperoleh kredit karena mempunyai kemampuan finansial yang besar.

Kekurangan Organisasi Niaga (Firma) :
1.Tanggung jawab pemilik tidak terbatas dan kepemilikan pribadi menjadi jaminan bagi kewajiban perusahaan.
2.Kerugian yang disebabkan seorang anggota harus ditanggung bersama oleh anggota lain.
3.Kelangsungan perusahaan tidak menentu. Jika salah seorang anggota membatalkan perjanjian, maka Firma menjadi bubar.

A.4 KOPERASI
Koperasi Adalah organisasi ekonomi rakyat yang berwatak sosial, beranggotakan orang-orang atau badan hukum, sebagai usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan dan kegotongroyongan. Tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Para anggota diwajibkan untuk membayar simpanan pokok maupun simpanan wajib yang telah ditetapkan dalam Anggaran Dasr (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART). Koperasi bukan organisasi kumpulan modal. Keuangan koperasi diperoleh dari simpanan anggota , pinjaman/kredit, sisa hasil usaha, atau modal ventura. Menurut jenis usahanya koperasi dapat berupa koperasi produksi, koperasi konsumsi, dan koperasi kredit. Berdasarkan tingkatannya, koperasi dibedakan menjadi kopersi primer, koperasi pusat, gabungan koperasi, dan induk koperasi.

A.5 JOIN VENTURA
Joint Venture merupakan suatu kerjasama antar beberapa perusahaan untuk mencapai konsentrasi kekuatan ekonomi yang lebih padat. Ciri utamanya adalah kegiatan yang dilakukan oleh salah seorang partner masih tetap mengikat partner yang lain. Selanjutnya, kewajiban semua pihak dalam joint venture sama seperti kewajiban dalam partnership. Oleh karena itu joint venture dapat dimasukkan dalam jenis partnership. Joint venture bisa disebut sebagai aliansi strategis (strtegic aliances) dan mungkin dilakukan oleh perusahaan besar serta dapat menjadi strategi yang efektif dengan memanfaatkan kelebihan yang dimiliki partner.

A.6 TRUST
Trust merupakan organisasi yang sengaja dibentuk untuk menghindari kerugian-kerugian dan meningkatkan keuntungan. Trust adalah penggabungan dua unit usaha menjadi satu dan masing-masing unit usaha kehilangan identitasnya. Beberapa perusahaan yang telah melebur akan melahirkan perusahaan baru yang lebih besar. Seluruh kekayaan perusahaan lama dipindahkan keperusahaan baru. Trust dapat mengeluarkan saham atau obligasi. Tanggung jawab pemilik saham hanya sebatas modal yang ditanamkan. Karena itu trust merupakan salah satu jenis perseroan.

A.7 KARTEL
Kartel Adalah persekutuan perusahaan-perusahaan dibawah suatu perjanjian untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam kartel identitas masing-masing perusahaan masih utuh dan tetap berdiri sendiri. Bentuk-bentuk kartel adalah kartel daerah (pembagian daerah pemasaran), kartel produksi (penentuan luas produksi), kartel kondisi (pengaturan syarat-syarat penjualan, penyerahan barang, pemberian diskon, dan sebagainya), kartel pembagian laba (penentuan cara pembagian dan besarnya laba), dan kartel harga (penentuan harga minimal).


A.7 HOLDING COMPANY
Holding Company terjadi bila ada suatu perusahaan dalam kondisi yang baik secara finansial kemudian membeli saham-saham dari perusahaan lain. Atau terjadi pengambilalihan kekuasaan dan kekayaan dari suatu perusahaan ke holding company. Holding Company sendiri adalah perusahaan induk yang memiliki saham pada beberapa anak perusahaan. Umumnya menyerahkan pengelolaan bisnis yang dimilikinya pada manajemen yang terpisah. Contoh holding company misalnya Bakerie & Brothers.

Selasa, 04 Oktober 2011

TUGAS 1


Definisi manajemen atau pengertian manajemen dapat kita lihat di beberapa sumber yang cukup terkenal. Yang pertama, pengertian manajemen menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI) adalah “penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai sasaran” atau “pimpinan yang bertanggung jawab atas jalannya perusaahaan dan organisasi.
Kata manajemen seperti yang anda ketahui berasal dari bahasa inggris “management” yang berasal dari kata dasar  “manage”. Definisi manage menurut kamus oxford adalah “to be in charge or make decisions in a business or an organization” (memimpin atau membuat keputusan di perusahaan atau organisasi). Dan definisi management menurut kamus oxford adalah “the control and making of decisions in a business or similar organization” (pengendalian dan pembuatan keputusan di perusahaan atau organisasi sejenis). Pengertian managemen yang kedua (masih menurut oxford) adalah “the process of dealing with or controlling people or things” (proses berurusan dengan atau mengendalikan orang atau benda).
Jika merujuk pada literatur lain, kita bisa menemukan pengertian manajemen sebagai seni atau proses dalam menyelesaikan sesuatu yang terkait dengan pencapaian tujuan. (Ernie & Kurniawan, 2005). Definisi manajemen lainnya adalah sebuah proses yang dilakukan untuk mewujudkan tujuan organisasi melalui rangkain kegiatan berupa perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, dan pengendalian orang-orang serta sumber daya organisasi lainnya (Nickels, McHugh and McHugh, 1997). Dan ada pula yang menuliskan pengertian manajemen sebagai seni dalam menyelesaikan sesuatu melalui orang lain (Follet, 1997).

 
Fungsi-Fungsi Manajemen


A.    Menurut Henry Fayol
             *        Planning (Perencanaan);
             *        Organizing (Mengorganisir);
             *        Commanding (Memerintah);
             *        Controlling (Mengawasi);
             *        Coordinating (Mengkoordinir);
                              
B.    Menurut George R.Terry
            *        Planning (Perencanaan);
            *        Organizing (Mengorganisir);
            *        Actuating (Penggerakan);
            *        Controlling (Pengawasan);

C.     Menurut Ernest Dale
            *        Planning (Perencanaan);
            *        Organizing (Mengorganisir);
            *        Staffing (Penyusunan Personalia);
            *        Directing (Pengarah atau Mengkomando);
            *        Innovating (Berinovasi);
            *        Representing (Mewakili);
            *        Controlling (Pengawasan);
     
D.     Menurut James Stoner
            *        Planning (Perencanaan);
            *        Organizing (Mengorganisir);
            *        Leading (Memimpin)
            *        Controlling (Pengawasan);



BAGAN STRUKTUR ORGANISASI


1.piramid



2.horizontal

3.vertical


4. lingkaran